Behind Closed Doors-True Story
"Dengan kekuatan cinta dan air mata kami bergandengan tangan"
Kalimat diatas yang tertulis di sampul depan novel non-fiksi karya Jenny Tomlin, "Behind Closed Doors". Novel ini mengisahkan tentang kisah hidup penulisnya. Meski berat rasanya menggali kembali kenangan pahit yang telah lama terkubur dalam-dalam, namun setelah kematian ayahnya, ia merasa harus menuliskan kisah ini dan membebaskan diri dari cengkeraman peristiwa itu. Jenny dan ke-empat saudaranya yang memiliki kisah masa kecil yang kelam, penuh dengan tangisan, kekerasan, penghinaan, teror dan kebejatan moral. Rumah yang seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak-anak, berbanding terbalik dimana tak seorang pun merasa betah di dalamnya.
Seorang ayah, yang
seharusnya menjadi sosok pelindung, pemimpin dan bijak (fatherfigure) justru menjadi ancaman. Ayah menganggap dirinya bak seorang raja di istana kecilnya, bertindak seenaknya, memukul seenaknya, emosi yang meledak-ledak, dan tindakan amoral lainnya. Baginya anak-anaknya
hanya berguna untuk tiga hal: mendapatkan jaminan sosial, memeras uang
Bibi, dan objek pelecehan seksualnya.
Seorang ibu
yang seharusnya merupakan sumber kasih sayang, hanya menatap dan
membiarkan penderitaan anak-anaknya berlanjut, tak hanya itu ia juga selalu menderita kekerasan yang paling kejam dari suaminya. Ibu mereka tak pernah
melawan, walaupun untuk membela anak-anaknya, tak pernah ia melawan
suaminya. Cara ia melindungi anak-anaknya adalah mengirim
mereka ke luar rumah untuk menghindari ayah mereka. Bagi mereka satu-satunya cara untuk menyelamatkan diri dari kekejaman ayah adalah dengan tumbuh dewasa dan meninggalkan rumah.
Namun anehnya, ada satu saat dimana mereka memiliki kekuatan untuk melawan ayahnya dan mendorong ibunya untuk bercerai. Namun, ketika semua bukti telah terkumpul, ibu mereka memutuskan untuk batal bercerai. Hal ini, membuat anak-anak sangat sedih dan kecewa. Kejadian itu juga menunjukkan betapa besarnya pengaruh dan kuasa sang ayah pada ibu mereka.
"Tak peduli seberapa pahit dan sakitnya masa yang telah dialami, hidup tetap terus berlanjut. Halangan bak kerikil-kerikil yang membuat kita tersandung dan terjatuh, namun dengan tekad yang kuat kerikil-kerikil itu dapat kita singkirkan. Kelak yang terburuk bisa jadi yang terbaik."
Komentar
Posting Komentar