Analisis Kasus Psikologi Klinis "Mungkinkah Nenekku Mengidap Skizofrenia?"



KASUS

Mungkinkah Nenekku Mengidap Skizofrenia?

22 Juni 2012, Oleh: Gary Ahmad
Nenek saya yang sekarang saya duga mengidap skizofrenia, pada awalnya merupakan nenek yang baik, lucu perhatian dan normal kayak nenek-nenek yang lain. Hal itu jauh sebelum kakek saya meninggal. Semenjak kakek saya meninggal ada perubahan yang sedikit demi sedikit terjadi hingga seperti sekarang ini. Nenek saya ini merupakan nenek dari pihak ibu saya. Nenek saya memiliki 11 anak, ibu saya nomor 9. Saya tidak tahu berapa cucunya, saking banyaknya, apalagi cucunya juga sudah punya cucu.
Perubahan yang terjadi tidak langsung seperti ini. Pada awalnya nenek saya cuma pikun. (setelah kakek saya meninggal, nenek saya tinggal dengan paman saya). Bicara sendiri juga merupakan hal biasa bagi kami. Kemudian karena nenek saya itu istilahnya sulit diatur, paman saya tidak kuat hidup bersama akhirnya membuat rumah sendiri. Otomatis nenek saya hidup sendiri di dalam rumah yang besar. Jadi diantara 11 anaknya tidak ada satupun yang hidup seatap dan menemani hari tuanya. Bisa dibilang ironis, tapi karena memang harus terjadi seperti itu jadi kami hanya bisa berharap yang terbaik saja.
Nenek saya memutuskan untuk hidup “nomaden” dari satu rumah anaknya ke rumah anaknya yang lain. Ini juga inisiatif anak-anaknya yang tidak tega melihat beliau tinggal sendirian. Hal ini juga tidak berlangsung lama karena nenek saya tidak mudah betah. Akhirnya nenek saya memutuskan untuk hidup sendiri. Pernah suatu ketika masih di rumah bibi saya, nenek saya memaksa pulang, karena hari sudah malam tentu bibi saya menolak untuk mengantarnya (walaupun masih satu kota). Semalaman nenek saya tidak mau tidur.
Setelah memutuskan hidup sendiri ini keadaan beliau semakin parah (malam harinya menginap di rumah anaknya yang bersebelahan, walupun tidak setiap hari). Pernah suatu malam tidak ada di ranjangnya dan pulang ke rumahnya. Ternyata nenek saya pulang mau menyiapkan makanan buat kakek saya (yang sudah meninggal). Setelah itu semakin sering, tidak cuma kakek saya tapi ada juga anak kecil yang jadi perhatian nenek saya sampai sekarang. Jadi seumpama masak pasti nenek saya masak berlebih untuk teman-teman imajinasinya. Kalau dilarang pun juga tidak diindahkan.
Saya juga tidak tahu apakah yang dialami apakah delusi (keyakinan yang salah tentang dirinya) atau halusinasi (pengalaman sensoris palsu). Nenek saya merasa ada orang lain yang mengajaknya bicara dan hidup bersama dirinya. Pembicaraan dengan beliau pun kadang tidak nyambung. Apalagi ditambah beliau juga sedikit tuli, sehingga harus bicara dekat dengan telinganya.
Beberapa dari keluarga kami juga menganggap memang ada makhluk gaib yang selalu membisikinya. Pernah suatu ketika, ketika ada acara selametan kakek saya, ibu saya mau sholat di tempat sholat. Tiba-tiba di belakang nya ada air yang seperti ditumpahkan dari langit-langit kamar dan cukup banyak. Sementara saat itu lagi musim kemarau, dan airnya memang berbau walaupun tidak menyengat. Karena sedang rame semua anak cucunya berkumpul, peristiwa tersebut langsung HL (pinjam istilah kompasiana). Kebanyakan mengira memang ada jin di rumah yang kencing sembarangan. Hal ini memperkuat dugaan kami sebelumnya terkait nenek saya.
Dua tahun ini bibi saya dan keluarga memutuskan untuk tinggal serumah dengan nenek saya. Dan selama itu pula saya mendengar banyak hal tentang perilaku nenek saya. Kalau punya makanan kadang nenek saya bersikukuh keluar rumah untuk memberikannya kepada teman-teman imajinasinya. Ketika dilarang nenek saya pun menangis di dalam kamar.
Dalam beberapa kunjungan terakhir saya hanya bisa mengelus dada. Nenek saya sudah lupa dengan ibu saya. Beliau juga hanya banyak berdiam diri dengan tatapan kosong. Semakin sulit diajak bicara. Berbeda dengan ketika kakek saya masih hidup, beliau banyak bicara dan bercerita. Sekarang nenek saya seperti sebuah raga tanpa jiwa. Nenek saya juga tidak diperbolehkan masuk dapur karena bisa tidak terkendali. Pernah beliau mau buat minuman, yang dikasih air malah toples gulanya bukan gelasnya.
Saya juga tidak tahu kenapa bisa seperti ini. Apakah ada factor genetic? Karena diantara 11 anaknya, ada salah satu bibi saya yang pernah mendapatkan perawatan karena kondisi mentalnya (saya menyebutnya ‘gendeng’ pada waktu itu). Tapi sekarang sudah normal. Atau jangan-jangan beban psikis yang telah menumpuk-numpuk? Siapa tahu! Karena nenek saya memiliki 11 anak yang masing-masing jaraknya tidak terlalu jauh. Beban merawat 11 anak ini akhirnya terakumulasi seperti sekarang ini. Karena jarang sekali ada ibu yang tidak pernah mengeluh ketika merawat anaknya apalagi 11 anak. Apalagi ditambah, menurut ibu saya, almarhum kakek saya merupakan orang yang berwatak sangat keras dan temperamental. Jadi bisa dibayangkan sudah punya anak banyak memiliki suami yang galak pula.
Begitulah keadaan nenek saya yang saya duga mengidap skizofrenia. Karena beliau merasa ada orang lain dan kakek di sekitarnya. Kenapa tidak diobati? Saya tidak bisa menjawabnya. Bagi kebanyakan orang kondisi nenek saya dianggap lumrah. Walaupun bagi saya tidak. Karena nenek dari pihak ayah saya nyata-nyata nya sehat-sehat saja kondisi mentalnya. Malah menurut saya, semakin baik, bijak dan positive thinking terhadap kematian dan juga beliau malah rajin membaca, berbanding terbalik dengan keadaan nenek saya yang satunya. Dilihat secara umur kedua nenek saya juga tidak jauh berbeda, kurang lebih berumur 85 tahun.
Ditambah peristiwa ganjil ‘kencing jin’ semakin membuat keluarga besar kami percaya ada yang ‘menghinggapi’ beliau. Pengobatan medis, dari psikolog maupun dari psikiater bagi keluarga nenek saya sangat asing. Lha wong tindakan medis yang dilakukan oleh dokter saja masih takut. (sepupu saya tidak diperbolehkan operasi oleh ibunya, karena tidak rela anaknya dioperasi dan memilih pengobatan tradisional). Jadi membawa nenek saya untuk mendapatkan pengobatan yang tepat merupakan hal yang sulit.
Sebentar lagi puasa dan lebaran. Dimana biasanya suka-cita berkumpul melepaskan kangen antara keluarga merupakan momen yang ditungu-tunggu. Saya sangat senang juga sampai sekarang. Walapun mengingat keadaan nenek saya saat ini saya hanya merasa sedih. Hanya bisa melihat beliau diam dengan tatapan kosong, dan sudah tidak peduli, kadang tidak ingat lagi ketika anak cucunya memperkenalkan dirinya. Antusiasme saya berkurang drastis, begitu juga dengan ibu saya, beberapa hari setelah lebaran baru ke rumah nenek (walupun masih satu kota). Walaupun tidak bermaksud tidak hormat kepada beliau. Toh tidak ada lagi nenek yang merindukan kedatangan anaknya.


ANALISIS KASUS
        1.        Penyebab Primer
            Penyebab primer adalah kondisi yang harus dipenuhi agar suatu gangguan dapat muncul, meskipun dalam kanyataan gangguan tersebut tidak atau belum muncul. Penyebab primer pada kasus tersebut adalah ketika kakek atau suami dari nenek tersebut meninggal dunia. Sebab, semenjak meninggalnya kakek (suami nenek) beliau mengalami perubahan meskipun perubahan yang terjadi tidak langsung, namun berlangsung sedikit demi sedikit hingga menjadi seperti sekarang ini, mulai dari hanya pikun, bicara sendiri, menyiapkan makanan untuk si kakek yang sudah meninggal, ditambah tidak cuma kakek namun ada juga anak kecil (khayalan) yang jadi perhatian nenek sampai sekarang, berbicara dengan beliau pun kadang tidak nyambung lagi, dan banyak berdiam diri dengan tatapan kosong
        2.        Penyebab Predisposisi
            Penyebab predisposisi adalah keadaaan sebelum munculnya suatu gangguan yang merintis kemungkinan terjadinya suatu gangguan di masa yang akan datang. Penyebab predisposisi pada kasus tersebut antara lain kondisi nenek yang telah pikun, suka berbicara sendiri, sedikit tuli, sulit diatur, tidak mudah betah dalam arti tidak mudah dalam beradaptasi pada lingkungan baru dan kemungkinan ada faktor genetik, karena salah satu diantara 11 anaknya, ada yang pernah mendapatkan perawatan karena kondisi mentalnya.
        3.        Penyebab yang Mencetuskan
            Penyebab yang mencetuskan adalah suatu peristiwa yang sebenarnya tidak begitu parah namun seolah-olah merupakan sebab timbulnya perilaku abnormal itu, padahal sebenarnya telah ada predisposisi sebelumnya. Menurut saya, pada kasus tersebut penyebab yang mencetuskan adalah pada saat si nenek tinggal sendiri di rumahnya yang besar. Diantara 11 anaknya tidak ada satupun yang hidup seatap dan menemani hari tuanya. Tinggal sendiri di rumah bagi sebagian orang merupakan suatu peristiwa yang tidak begitu parah atau hal yang biasa, namun hal tersebut dapat menjadi penyebab timbulnya perilaku abnormal bagi si nenek, ditambah dengan kematian suaminya, nenek merasa sangat kesepian dan ditambah penyebab predisposisi seperti, faktor genetik, suka bicara sendiri, sulit diatur, dan lain-lain.


        4.        Penyebab yang Menguatkan
            Penyebab yang menguatkan adalah peristiwa yang terjadi pada seseorang yang memantapkan suatu keadaan atau kecenderungan tertentu, yang telah ada sebelumnya. Penyebab yang menguatkan pada kasus tersebut adalah kondisi beberapa dari keluarga menganggap memang ada makhluk gaib yang selalu membisiki nenek. Ditambah peristiwa ganjil ‘kencing jin’ semakin membuat keluarga besar percaya ada yang ‘menghinggapi’ beliau. Sehingga, pengobatan medis dari psikolog maupun dari psikiater bagi keluarga nenek sangatlah asing. Jadi membawa si nenek untuk mendapatkan pengobatan yang tepat merupakan hal yang sulit. Ditambah beberapa anggota keluarga yang kurang memperhatikan kondisi nenek, seperti antusiasme yang berkurang untuk berkunjung menemui nenek, sebab kondisi nenek yang hanya diam dengan tatapan kosong, sudah tidak peduli dan kadang tidak ingat lagi ketika anak cucunya memperkenalkan dirinya.


ANALISIS PSIKODINAMIKA

            Menurut Freud, pada dasarnya tujuan hidup manusia adalah mengejar kesempurnaan, mendapat kenikmatan, dan menghindari diri dari ketidaknikmatan. Struktur kepribadian manusia menurut Frued dibagi menjadi 3 dimensi, yakni:
1)     Id
            Id adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan–dorongan biologis manusia, pusat insting dan hawa nafsu. Id bergerak berdasarkan prinsip kesenangan (pleasure principle), ingin segera memenuhi kebutuhannya. Id bersifat egoistis, tidak bermoral dan tidak mau tau kenyataan. Bertujuan hanya untuk memuaskan hasratnya.
            Dalam kasus tersebut id adalah keinginan nenek untuk tetap bersama dengan suaminya. Ia belum bisa menerima dan merelakan kematian suaminya. Ia tidak ingin kesepian dan tidak menerima perubahan atau tidak mau beradaptasi pada kondisi yang baru. Ia ingin diperhatikan oleh suami seperti sebelaum ditinggalkan, dan mendapat perhatian dari anak-anaknya namun tanpa mau kehidupannya diatur oleh mereka.
2)     Super ego
            Superego adalah bagian kepribadian yang  menjaga ideal (ideal principle). Superego hati nurani yang merupakan hasil internalisasi norma-norma sosial dan nilai kultural masyarakat. Superego memaksa ego untuk  menekan hasrat-hasrat yang tidak diterima ke alam bawah  sadar. Baik id  maupun superego berada dalam bawah sadar manusia. Manusia tidak selalu sadar akan dorongan moral dalam diri yang menekan dan membatasi tindakan.
            Superego dalam kasus tersebut adalah pada dasarnya semua orang pasti akan meninggal pada waktunya. Ketika sepasang suami istri telah berusia tua, maka sudah sepatutnya untuk menyiapkan diri bahwa salah satu dari mereka akan meninggal atau ditinggalkan. Jika telah ditinggalkan oleh suami dan kondisi anak telah berkeluarga maka si nenek sudah seharusnya untuk menerima dan merelakannya dan tetap menjalani hidupnya di masa tua tersebut.
3)     Ego
            Ego menjembatani tuntutan id dengan realitas di dunia luar. Ego adalah mediator antara hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional dan realistik. Egolah yang menyebabkan manusia mampu menundukkan hasrat hewaninya dan hidup sebagai wujud yang rasional. Ego bergerak berdasarkan prinsip realitas (realistic principle).
            Ia memiliki ego yang lemah. Ia tidak mampu menyeimbangkan antara id dan superego, sehingga pemikirannya tidak rasional dan tidak realistik. Serta mekanisme pertahan dirinya pun lemah. Ia tidak mengetahui batasan mekanisme pertahanan diri yang masih normal dan abnormal. Mekanisme pertahanan diri merupakan tantangan dari lingkungan dan dorongan dalam diri (id) yang dapat menimbulkan kecemasan. Ego berusaha menangani lingkungan secara realistik dan terkadang ego harus menyimpangkan kenyataan untuk melindungi diri. Dalam kasus tersebut, subyek menggunakan mekanisme pertahanan diri represi. Represi adalah mekanisme pertahanan ego yang menekankan pikiran-pikiran yang mengancam ke alam ketidaksadaraan atau bisa dikatakan melupakan sesuatu (forgetting). Ia menekan pikirannya dan sengaja melupakan kematian suaminya, sehingga ia berkhayal atau menciptakan delusi dan halusinasi bahwa sang suami masih hidup dan menciptakan teman-teman imajinasinya. Regresi adalah kembali pada masa kehidupan sebelumnya. Dimana si nenek ingin untuk kembali di masa ketika suaminya masih hidup.


DIAGNOSIS

AKSIS I
F20-F29 = SKIZOFRENIA, Gg. SKIZOFRENIA & Gg. WAHAM
AKSIS II
F60.1 = Gangguan kepribadian skizoid.
AKSIS III
Bab VIII H60-H95 Penyakit telinga & proses mastoid.
Bab VI G00-G99 Penyakit susunan syaraf.
AKSIS IV
Masalah dengan “primary support group” (keluarga).
Masalah psikososial & lingkungan lain.
Masalah akses ke pelayanan kesehatan.
AKSIS V
40-31 = Beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita & komunikasi, disabilitas berat dalam beberapa fungsi.

PROGNOSIS

Subyek dalam kasus tersebut menderita psikotik.
1.     Onset: Pertama kali munculnya suatu gejala psikotik. Dalam kasus tersebut, onset terjadi saat subyek telah berusia tua atau lansia. Sehingga, subyek memiliki onset yang bagus.
2.     Faktor Herediter: Silsilah kaluarga yang pernah mengalami gangguan jiwa. Dalam kasus tersebut, subyek tidak memiliki faktor herediter, sebab meski salah satu anak dari subyek pernah mengalami gangguan jiwa, namun dalam silsilah keluarga (orang tua, kakek, nenek, dst) subyek, tidak ada yang mengalami gangguan jiwa.
3.     Dukungan keluarga: Dalam kasus tersebut memiliki faktor dukungan keluarga yang buruk, sebab keluarga tidak mengantarkan subyek untuk berobat ke Rumah Sakit Jiwa.
4.     Cepat atau tidaknya ditangani: Dalam kasus tersebut, penanganan yang diberikan tidak cepat bahkan tidak mendapat pengangan yang sesuai atau dibutuhkan oleh subyek. Subyek hanya mendapat penangan berupa perawatan dari keluarga, namun keluarga tidak mengantarkan subyek ke Rumah Sakit Jiwa.

DAFTAR PUSTAKA

Feist, Jess., & Feist, Gregory J. 2010. Teori Kepribadian Edisi 7-Buku 1. Jakarta:Salemba             Humanika.
Slamet I.S., Suprapti dan Markam, Sumarmo. 2003. Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta:             Universitas Indonesia (UI-Press).
Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbedaan Teori Kepribadian Psikoanalisa (Freud) dengan Teori Kepribadian Lainnya

Analisis Ciri, Sifat dan Karakter Hendy Setiono (Pengusaha Kebab Turki)

Apa yang membuat orang lupa dan mengingat?